Senin, 27 Maret 2011
Pagi yang sejuk dan langit yang berawan hitam akan turun hujan. Waktu menunjukkan pukul 07.00 wita, saya harus bergegas berangkat menuju Kecamatan Masalle. Sebelumnya saya harus singgah mengisi bensin di pertamina sebab perjalan ini sangat jauh dengan kondisi jalan yang rusak terlebih lagi tidak ada penjual bensin dan bengkel motor di jalan setelah masuk ke dalam Desa yang akan kami tuju.
Dengan kecepatan 80 km/jam akhirnya saya sampai di Kantor Camat Masalle. Saya harus memacu motor dengan cepat karena semalam saya janjian dengan seseorang PPL yang akan bersama-sama dengan saya menuju ke Desa Bonto Sarong, sebagai desa penghasil kopi nomor 2 di Indonesia. Jam sudah menunjukkan pukul 08.30 wita. Akhirnya saya sampai di Kantor Camat Masalle. Di sini saya harus menunggu Pak Tarjo yang akan mengantarkan saya ke Desa Bonto Sarong yang akan disusul bersama denganPak Arivin Kabid Pasca Panen (P2HP) Provinsi Sulsel dan Pak Anwar Kabid Perkebunan Enrekang.
Pukul 09.00 wita, Pak Tarjo sudah datang, saya harus menunggu agak lama karena Hujan sedang turun deras di kota enrekang sehingga Pak Tarjo terlambat sampai di Kantor Camat ini. Dengan menghabiskan sebatang rokoknya, melepas lelah sejenak perjalanan 1 stengah jam akhirnya kami lanjutkan perjalanan ke Desa Bonto Sarong. Pukul 09.20 wita kami sampai di desa tersebut. Tanpa banyak istrahat kami langsung mengkordinir masyarak atas kedatangan tim dari Provinsi dalam rangka Sosialisasi Penanganan Pasca Panen Kopi di Kabupaten Enrekang. Saya bersama 7 petani lain harus turun lagi ke Pasar Loko Masalle karena Mobil tidak dapat masuk ke desa tersebut. Kondisi jalan yang rusak dan becak tidak dapat dilalui oleh mobil sehingga tim ini harus di ojek masuk kampong itu.
Pukul 09.37 wita acara kami mulai dengan MC Pak Sutarjo, Sambutan oleh Pak Anwar Kadir, Pak Desa Buntu Sarong dan Sambutan serta pembukaan acara oleh Pak Arivin Kabid Pasca Panen (P2HP) Provinsi Sulsel. Kemudian lanjut Materi Pelatihan dan Tanya jawab oleh peserta Gapoktan Buntu Sarong.
Dalam sesi Tanya jawab terungkap bahwa Petani kesulitan memenuhi saprodi jikalau harga Kopi hanya lima ribu saja perliter. Apalagi harga pupuk yang mahal dan tenaga kerja juga ikut menambah biaya produksi. Di samping itu petani masih kekurangan Luwak (pulper) sehingga untuk mempertahankan mutu kopi ini.
Kesulitan lain para petani yakni pedagang nakal yang mengumpul kopi kemudian dicampur dengan kopi dari luar yang kualitasnya tidak bagus sehingga harga kopi turun di pasaran. Perjuangan para penyuluh kita di lapangan memang sangat besar dengan lokasi yang sulit di jangkau akan tetapi memang perjuangan tidak cukup hanya di situ karena perlu pengawalan mutu, penambahan sarana produksi petani, dan pengawalan sampai ke pasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar